Masalah Papua sekarang ini merupakan masalah yang berkembang karena pencitraan negatif yang muncul akibat pendekatan yang dilakukan pada masa lalu. Pendekatan keamanan yang cenderung represif telah merugikan Pemri dengan berkembangnya opini negatif baik di dalam maupun luar negeri.
Guna menanggapi hal tersebut, sejak tahun 2005 Pemerintah telah meninggalkan pendekatan keamanan dan menyikapi masalah Papua dengan lebih menekankan pada pendekatan kesejahteraan.
Meskipun pendekatan kesejahteraan sudah menjadi ketetapan Pemerintah, perlu dicatat bahwa dalam kenyataannya dari waktu ke waktu terjadi gangguan dari sekelompok kecil masyarakat yang bersenjata di daerah tertentu yang ingin memisahkan diri dari NKRI.
Kelompok tersebut seringkali menimbulkan keresahan diantara masyarakat melalui serangkaian serangan bersenjata seperti yang terjadi di sekitar fasilitas Freeport dan Kabupaten Puncak Jaya. Dalam kaitan ini, Pemerintah Indonesia seperti halnya pemerintah manapun juga, memiliki kewajiban untuk melindungi warganya dari gangguan kelompok bersenjata dimaksud.
Secara umum kondisi di Papua relatif kondusif, aman dan terkendali. Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki jumlah tindak kriminalitas yang sangat rendah sehingga keamanan disana lebih baik ketimbang di wilayah lainnya di Indonesia. Kembalinya Nicholaas Jouwe ke pangkuan RI pada bulan Mei 2010 menyusul para tokoh/masyarakat Papua yang telah kembali terlebih dahulu seperti Nick Messet, Frans Albert Joku, dsb, merupakan kemenangan diplomasi dan keberhasilan proses pembangunan dan terpeliharanya stabilitas keamanan di Papua.
Pemri berpandangan bahwa masalah Papua merupakan masalah dalam negeri yang harus diselesaikan dalam kerangka NKRI dengan perangkat Otsus dan Inpres percepatan pembangunan di Papua (The New Deal Policy for Papua). Penyelesaian masalah Papua perlu mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa dengan menyadarkan kelompok pendukung “kemerdekaan” secara damai dan menghindarkan konflik horizontal serta menciptakan iklim yang kondusif bagi segenap komponen bangsa.
Sejak diterapkannya UU no.21 tahun 2001 tentang Otsus, berbagai kemajuan telah berhasil dicapai. Bertambahnya sejumlah besar fasilitas umum seperti Rumah Sakit, Sekolah, Puskesmas, serta berbagai fasilitas umum lainnya di berbagai daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Selain itu dapat pula disampaikan bahwa keberhasilan Otsus sebetulnya sudah terlihat dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya saja jumlah tersebut masih belum memenuhi kriteria yang ideal.
Peningkatan anggaran pendidikan hingga 30% dari dana Otsus serta partisipasi politik masyarakat yang kian meningkat pada Pemilukada dapat pula dicatat sebagai keberhasilan Otsus di bidang pendidikan dan politik. Saat ini tercatat sudah sebesar 27 triliun rupiah dana Otsus yang mengalir ke Papua pada periode 2002-2009.
Pada bidang kesejahteraan, Provinsi Papua dalam 5 tahun kedepan mengarahkan kebijakannya pada kepada pembangunan yang berbasis kampung. Untuk itu Pemprov telah meluncurkan suatu program yang berpihak dan melindungi masyarakat perkampungan.
Program yang dinamai ”respek” (rencana strategis pembangunan kampung) menjadikan setiap kampung di Papua memperoleh masing-masing Rp. 100 juta, yang berasal dari Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten. Dana ini digunakan untuk kegiatan prioritas di setiap kampung yang ditentukan sendiri oleh masyarakat di kampung tersebut, dengan dibantu oleh pendamping yang terlatih. merupakan terobosan dan inovasi dengan tujuan mengangkat harkat dan martabat mereka.
Program sudah berjalan 2 tahun dan nampak membawa perubahan. Apabila respek telah berhasil, maka akan dilanjutkan dengan program respim (rencana strategis pembangunan infrastruktur) yang meliputi pembangunan jalan-jalan besar dan panjang kemudian jembatan besar dan pembangunan-pembangunan lainnya dan program reformasi birokrasi.
Sumber :
http://www.deplu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=3&l=id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar